“Sejatinya, pertandingan sepak bola adalah murni pertandingan olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas dan persahabatan. Namun bukan tidak mungkin politik luar negeri yang terjadi di luar lapangan dapat menentukan apa yang terjadi di lapangan ataupun sebaliknya. Pertandingan sepak bola menjadi lebih dari sekedar pertandingan 90 menit, tetapi juga telah menjadi kepentingan nasional dan pertaruhan harga diri bangsa.”
Olahraga bukanlah hal baru yang dijadikan sebagai instrumen oleh pemimpin-pemimpin negara dalam menjalankan politiknya ke luar negeri. Olimpiade Musim Dingin 2018 yang diadakan di pengunjung tahun ini misalnya, diduga menjadi angin segar wacana unifikasi Korea Utara dan Korea Selatan yang secara teknis masih berada dalam kondisi penyesuaian ataupun dalam masa perbaikan hubungan yang selama ini menjauh dan butuh waktu adaptasi akan proses bersatunya kembali utara dan selatan mengingat tidak semua warga atau sebagian petinggi politik yang belum bisa menerima fakta tersebut, namun disatukan dalam satu tim untuk berkompetisi bersama. Sebagai olahraga terfavorit masyarakat dunia, negara dapat menggunakan sepak bola untuk menunjukkan posisinya, menanamkan pengaruh, ataupun menunjukkan prestise negaranya dalam politik internasional. Padahal, asosiasi sepak bola nasional, regional, hingga dunia sepakat bahwa keindahan permainan sepak bola tidak boleh terkontaminasi oleh muatan politik apapun. Pertandingan sepak bola dalam Piala Dunia menjadi menarik dengan bumbu nasionalisme karena setiap pemain merepresentasikan bendera negaranya masing-masing untuk menjadi negara yang terhebat dalam hal sepak bola. Di saat itu pula, bukan tidak mungkin kepentingan nasional suatu negara turut mengintervensi pertandingan atau bahkan sepak bola yang menentukan kebijakan luar negeri suatu negara.
Tidak ada komentar